Sunday, July 10, 2011

Tradisi pesantren

Tradisi pesantren
Ciri-ciri pesantren
Sarjana-sarjana seperti Van den Berg, Hurgronye dan Geertz, yang telah betul-betul menyadari tentang pengaruh kuat dari pesantren dalam membentuk dan memelihara kehidupan sosial, kultural, politik, dan agama orang-orang jawa pedesaan, mengetahui hanya sebagian kecil saja dari ciri-ciri pesantren. Kebanyakan dari peneliti hanya menggambarkan tentang kehidupan pesantren yang hanya menyentuh kesederhanaan bangunan-bangunan dalam lingkungan pesantren, kesederhanaan cara hidup para santri, kepatuhan mutlak santri kepada kiyai dan dalam beberapa hal, pelajaran-pelajaran dasar mengenai kitab-kitab islam klasik.
Pola umum pendidikan islam tradisional
sebelum tahun 60-an, pusat-pusat pesantren di jawa dan madura dikenal dengan nama pondok. Istilah pondok barang kali berasal dari pengertian asrama para santri yang disebut dengan pondok atau tempat tinggal yang dibuat dari bambu, atau barang kali berasal dari kata Arab fudug, yang berarti hotel atau asrama.
Perkataan pesantren berasal dari kata santri, yang awalan pe di depan dan akhiran an berarti tempat tinggal para santri. profesor Johns berpendapat bahwa istilah santri berasal dari bahasa Tamil, yang berarti guru mengaji, sedang C.C Ber berpendapat bahwa istilah tersebut berasal dari istilah shastri yang dalam bahasa india berarti orang yang tahu buku-buku suci Agama Hindu, atau seorang sarjana ahli kitab suci Agama Hindu. Kata shastra berasal dari kata sahstra yang berarti buku-buku suci, buku-buku agama atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan.
Meskipun setelah indonesia merdeka telah berkembang jenis-jenis pendidikan islam formal dalam bentuk madrasah dan pada tingkat tinggi IAIN, namun secara luas, kekuatan pendidikan islam di jawa masih berada pada sistem pesantren. Ini disebabkan telah berhasilnya lembaga tersebut mencetak ulama-ulama besar. Tujuan pendidikan tidak hanya semata-mata untuk memperkaya pikiran murid dengan penjelasan-penjelasan, tetapi untuk meninggikan moral, melatih dan mempertinggi semangat, menghargai nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan, mengajarkan sikap dan tingkah laku yang jujur dan bermoral, dan menyiapkan para murid untuk hidup sederhana dan hati bersih.
Diantara cita-cita pendidikan pesantren adalah latihan untuk dapat berdiri sendiri dan membina diri agar tidak menggantungkan sesuatu kepada orang lain kecuali kepada tuhan.
Menurut tradisi pesantren, pengetahuan seseorang diukur oleh jumlah buku-bku yang telah pernah dipelajarinya dan kepada ulama mana ia berguru.
Musyafir pencari ilmu
Dalam islam, seorang pencari ilmu dianggap sebagai seorang musyafir yang berhak menerima zakat dari orang-orang kaya. Jika ia meninggal sewaktu-waktu sedang mencari ilmu, ia dianggap mati sahid.
Islam mengajarkan bahwa perjalanan atau kewajiban mencari ilmu tidak ada ujung ahir. Sebagai akibat dari ajaran-ajaran ini maka salah satu aspek penting dari pada sistem pendidikan pesantren ialah tekanan pada murid-muridnya untuk terus meneruskan berkelana dari satu pesantren ke pesantren lain.
Sistem pengajaran
Pengajian dasar di rumah-rumah, dilanggar dan di masjid diberikan secara individual. Sistem individual dalam sistem pendidikan islam tradisional disebut sistem sorogan yang diberikan dalam pengajian kepada murid-murid yang telah menguasai pembacaan qur’an. Metode utama sistem pengajaran di lingkungan pesantren ialah sistem bandongan atau sering kali disebut sistem weton. Dalam sistem ini sekelompok murid antara lima sampai lima ratus orang mendengarkan seorang guru yang membaca, menerjemahkan, menerangkan dan sering kali mengulas buku-buku islam dalam bahasa arab. Kelompok kelas dari sistem bandongan disebut halaqoh yang arti bahasanya lingkaran murid, atau sekelompok siswa yang belajar dibawah bimbingan seorang guru.
Sistem sorogan dalam pengajian ini merupakan bagian yang paling sulit dari keseluruhan sistem pendidikan islam tradisional, sebab sistem ini menuntut kesabaran, kerajinan, ketaatan dan disiplin pribadi dari murid. Sistem sorogan terbukti sangat efektif sebagai taraf pertama seorang murid yang bercita-cita menjadi seorang alim.
LATAR BELAKANG SEJARAH:
Perubahan- perubahan tradisi pesantren
Banyak para sarjana yang berpendapat bahwa pada waktu abad-abad pertama sejarahnya, islam lebih banyak merupakan kegiatan tarekat dimana terbentuk kelompok-kelompok organisasi tarekat yang melaksanakan amalan-amalan dzikir dan wirid. Yang menarik untuk diperhatikan adalah bahwa sistem madrasah yang berkembang di negara-negara islam yang lain sejak permulaan abad ke-12, tidak pernah muncul di jawa sampai dengan permulaan abad ke-20.
Dalam sejarah islam di jawa, akhir abad ke-19 juga dikenal sebagai munculnya semangat baru dalam kehidupan keagamaan. Sebab akibat dari bertambahnya jumlah haji, guru-guru ngaji dan murid pesantren, tumbuh pula kesadaran bahwa islam dapat memberi sumbangan bagi tumbuhnya proto-nasionalisme.
Dengan berkembangnya sistem madrasah dalam lingkungan pesantren sejak permulaan abad ke-20, salah satu ciri penting dari pada tradisi pesantren menghilang, yaitu tradisi santri kelana.
Secara garis besar, lembaga-lembaga pesantren pada dewasa ini dikelompokkan dalam dua kelompok besar. Pertama, pesantren salafi yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab islami klasik sebagai inti pendidikan di pesantren. Sistem yang dipakai adalah sistem sorogan. Kedua, pesantren kholafi yang telah memasukkan pelajaran-pelajaran umum dalam madrasah-madrasah yang dikembangkannya, atau membuka tipe-tipe sekolah umum dalam lingkungan pesantren.
Elemen-elemen sebuah pesantren
Pondok, masjid, santri, pengajaran kitab-kitab islam klasik dan kiai merupakan lima elemen dasar dari tradisi pesantren.
pondok
sebuah pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama pendidikan islam tradisional dimana para siswanya tinggal bersama dan belajar dibawah bimbingan seorang atau lebih guru yang lebih dikenal dengan sebutan “kiai”.
Ada dua alasan utama dalam hal perubahan sistem pemilikan pesantren. Pertama, dulu pesantren tidak membutuhkan pembiayaan besar, baik karena jumlah santrinya tidak banyak, maupun kebutuhan akan jenis dan jumlah alat-alat bangunan dan lain-lainnya relatif sangat sedikit. Kedua, baik kiainya, maupun tenaga-tenaga pendidik yang membantunya, merupakan dari kelompok-kelompok pedesaan, dengan demikian mereka dapat membiayai sendiri baik kehidupan keluarganya maupun kehidupan pesantren.
Ada tiga alasan utama mengapa pesantren harus menyediakan asrama bagi para santri. Antara lain: kemasyhuran seorang kiai, hampir semua pesantren berada di desa-desa dimana tidak tersedia perumahan yang cukup untuk menampung para santri, dan ada sikap timbal balik antara para santri dan kiai.
Masjid
Kedudukan masjid sebagai pusat pendidikan dalam tradisi pesantren merupakan manifestasi universalisme dari sistem pendidikan islam tradisionalisme. Dengan kata lain kesinambungan sistem pendidikan islam yang berpusat di masjid sejak masjid kuba didirikan pada masa nabi muhammad tetap terpancar dalam sistem pesantren.
Pengajian kitab kuning
Tujuan utama dari pengajaran ini adalah untuk mendidik calon-calon ulama’. Keseluruhan kitab-kitab klasik yang diajarkan dapat digolongkan dalam 8 kelompok, antara lain: nahwu dan saraf, fiqh, hadits, tafsir, tauhid, tasawuf dan etika, dan cabang-cabang lain seperti tarikh dan balaghah.
Santri
Ada dua kelompok santri: pertama, santri mukim yaitu murid-murid yang berasal dari daerah-daerah yang jauh dan menetap dalam kelompok pesantren. Kedua, santri kalong yaitu murid-murid yang berasal dari desa-desa sekitar pesantren yang biasanya tidak menetap dalam pesantren.
Seorang santri dan pergi dan menetap di pesantren karena berbagai alasan, yaitu, ingin mempelajari kitab-kitab lain yang membahas islam secara mendalam di bawah bimbingan kiai, ingin memperoleh pengalaman kehidupan pesantren, dan ingin memusatkan studinya tanpa disibukkan pekerjaan sehari-hari keluarganya.
Kiai
Menurut asal usulnya, perkataan kiai dalam bahasa jawa dipakai untuk tiga jenis gelar yang saling berbeda:
1. sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap keramat; umpamanya, “kiai garuda kencana” dipakai untuk sebutan kereta emas yang ada di keraton yogyakarta.
2. gelar kehormatan untuk orang-orang tua pada umumnya
3. gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang ahli agama yang memiliki atau menjadi pimpinan pesantren dan mengajar kitab-kitab islam klasik kepada para santrinya.
Hubungan intelektual dan kekerabatan kiai
Sarana para kiai yanag palinng utama dalam usaha melestarikan pesantr4en adalah membangun solidaritas dan kerjasama sekuat-kuatnya antara sesama mereka. Cara praktis yang mereka tempuh untuk membangun solidaritas dan kerjasama tersebut adalah:
1. mengembangkan tradisi bahwa keluarga yang terdekat harus menjadi calon kuat menjadi pengganti kepemimpinan pesantren.
2. mengembangkan suatu jaringan aliansi perkawinan endoga mous antara keluarga kiai.
3. mengembangkan tradisi transmisi pengetahuan dan rantai transmisi intelektual antara sesama kiai dan keluarganya..
hubungan kekerabatan: geneologi sosial pemimpin pesantren
jika seorang kiai mempunyai anak laki-laki lebih dari satu, biasanya dia mengharapkan anak yang tertua untuk dapat menggantikan kedudukannya sebagai pemimpin pesantren bila ia meninggal. Sedangkan anak laki-laki lainnya dilatih untuk mendirikan suatu pesantren yang baru atau dapat dapat menggantikan kedudukan mertuanya yang kebanyakan juga pemimpin pesantren. Kebanyakan kiai juga mengawinkan putrinya dengan santrinya yang pandai, terutama bila anak tersebut masih kerabat atau anak kiai.
Hubungan kekerabatan yang ideal menurut pandangan kiai
Para kiai menganggap unit rumah tangga merupakan lembaga dimana suatu generasi mempersiapkan generasi penerus untuk kelestarian masyarakat islam. Menurut kiai hubungan laki-laki dan perempuan yang dibenarkan agamanya adalah melalui perkawinan, dimana tanggung jawab kemasyarakatan yang jelas dan lengkap diatur dan jelas pula hubungan suami istri dan anak-anak.
Geneologi intelektual
Sejak islam masuk ke jawa, para kiai selalu terjalin oleh intellectual chais (rantai intelektual) yang tidak terputus.
Hubungan yang ideal antara guru dan murid
Dalam tradisi pesantren, perasaan hormat dan kepatuhan murid kepada gurunya adalah mutlak dan tidak boleh putus, artinya berlaku seumur hidup si murid. Menurut agama islam, seorang murid harus menganggap gurunya sebagai ayahnya sendiri dan si murid harus berusaha menyenangkan gurunya, tidak boleh jalan di depannya, jangan sekali-sekali duduk di kursi yang biasa diduduki guru, jangan membuka percakapan dulu sebelum guru memulai, jangan berbicara terlalu banyak dengannya dan jangan menanyakan soal-soal yang membuat hatu guru tidak senang.
Kiai dan tarekat
Istilah tarekat dari kata arab ‘thariqah’. Sebagai suatu istilah generis, perkataan tarekat berarti ‘jalan’ atau lebih lengkap lagi ‘jalan menuju surga’ dimana diwaktu melakukan amalan-amalan tersebut berusaha mengangkat dirinya melampaui batas-batas kediriannya sebagai manusia dan mendekatkan dirinya kepada Allah SWT. dalam pengertian ini tarekat sering disamakan dengan tasawuf, yaitu dimensi esoteris dan aspek yang mendalam dari ajaran islam.
Tarekat dalam tradisi pesantren ada dua; tarekat yang dipraktekkan menurut cara-cara yang dilakukan oleh organisasi-organisasi tarekat dan tarekat yang dipraktekkan menurut cara di luar ketentuan organisasi-organisasi.
Perkembangan tarekat di jawa
Tarekat Satariyah mula-mula dikembangkan oleh Abdurrauf Sinkel. Kemudian menyebar ke jawea barat, di bawah pimpinan Abdul Muhyi, salah seorang murid Abdurrauf sinkel. Tarekat Qadariyah, bermula dari aceh dibawah pimpinan Hamzah Fansuri yang selama hidupnya banyak berkelana ke daerah-daerah lain termasuk jawa dengan maksud menyebarkan Tarekat Qadariyah. Sekh Khatib Sambas dikenal sebagai pendiri tarekat baru, Tarekat Qodiriyah wan Naqsabandiyah, yang menggabungkan dua buah tarekat yaitu: Tarekat Qodiriyah dan Tarekat Naqsabandiyah.
Tarekat siddiqiyah didiriklan oleh kiai muhktar mukti losari jawa timur pada tahun 1958. Tarekat wahiddiyah, didirikan ole Kiai Majid Ma’ruf pada tahun 1963. secara teoritis tarekat ini bersifat terbuka, karena seorang tidak harus mengucapkan sumpah untuk menjadi anggota
Tarekat mu’tabarah nahdliyyin, pada tanggal 10 oktober 1957, para kia mendirikan suatu badan federasi bernama pucuk pimpinan jami’iyah ahli thoriqoh mu’tabaroh, sebagai tindak lanjut dari keputusan mu’tamar NU tahun 1957 di magelang. dalam mu’tamar NU di semarang tahun 1979, nama nama badan itu diganti menjadi jami’iyah thoriqoh mu’tabaroh nahdliyin.
Faham ahlussunah wal-jama’ah.
Secara umum, perkataan ahlussunah wal jama’ah dapat diartikan para pengikut nabi Muhammad dan ijma’ ulama’. sebab dari munculnya ini adalah para kiai ada yang menentang pembaruan yang diadakan islam modern untuk tidak terbelenggu pada empat mazhab, maka para kiai itu mendirikan organisasi bernama “Jam’iyah Nahdhatul Ulama’”.
Faham ahli sunnah berpegang antara lain:
1. dalam masalah hukum, menganut dari salah satu empat mazhab
2. dalam soal tauhid, menganut ajaran imam Abu Hasan Al-Asary dan imam Abu Mansur Al-Maturidi
3. dalam bidang tasawuf, menganut dasar-dasar ajaran Imam abu Qosim Al-Junaid.

No comments:

Post a Comment