Tuesday, June 28, 2011

PENGARUH MODEL ASUH ORANG TUA TERHADAP GEJALA KENAKALAN ANAK

PENGARUH MODEL ASUH ORANG TUA TERHADAP GEJALA KENAKALAN ANAK

I. Pendahuluan
Maraknya perilaku kenakalan di kalangan anak muda, yang akhir-akhir ini banyak diberitakan di berbagai media pemberitaan, baik cetak maupun elektronik kiranya merupakan permasalahan sosial yang perlu mendapat perhatian tersendiri. Alasannya bahwa pelaku adalah anak-anak yang mempunyai kondisi rentan baik secara fisik maupun psikis bahkan terhadap segala perubahan yang terjadi di sekitarnya. Selain itu alasan kekawatiran juga menjadi pertimbangan tersendiri. Orang tua khawatir akan masa depan anak-anaknya, negara juga khawatir atas kualitas generasi mudanya.
Perilaku menyimpang di kalangan anak muda tersebut tentu muncul bukan tanpa sebab. Sebab dari perilaku mereka dapat muncul dari berbagai hal, mulai dari pesatnya kemajuan pembangunan, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sampai pada lingkungan masyarakat, lingkungan pergaulan anak bahkan orang tua.
Orang tua mempunyai fungsi dan posisi dan fungsi yang sangat strategis dalam hal ini, sehingga sebagai pembina langsung dari anak-anaknya orang tua dapat dilibatkan sebagai salah satu elemen penting dari penanggulangan kenakalan anak.
II. Permasalahan
Berorientasi pada latar belakang seperti itu ada beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini:
1. adakah pengaruh cara asuh orang tua terhadap kenakalan anak
2. cara asuh orang tua yang bagaimana yang cenderung memberikan sumbangan terhadap munculnya kenakalan anak
3. cara penaggulangan bagaimana yang dapat ditempuh untuk menekan angka kenakalan anak yang melibatkan peran orang tua
III. Pembahasan
Salah satu tugas orang tua adalah mengasuh anak-anaknya. Dalam menjalankan proses pengasuhan ini, setiap orang tua mempunyai cara-cara yang khas, model yang khas yang menurut Diana Baumrind, seorang psikolog Amerika, terhadap tiga tipe cara pengasuhan, yakni cara pengasuhan yang demokratis, cara asuh yang bersifat otoriter, dan cara asuh yang bersifat permisiv.
Selanjutnya dikatakan bahwa orang tua yang menjalankan cara asuh demokratis adalah orang tua yang tidak terlalu mengatur perilaku anak-anaknya tetapi justru mereka menghargai anak, cenderung memberikan penjelasan tentang segala sesuatu kepada anak serta memberikan alasan kepada segala tindakannya. Secara bertahap orang tua memberikan tanggung jawab kepada anak-anaknya atas segala sesuatu yang diperbuatnya sampai mereka menjadi dewasa.
Sedangkan orang tua yang menggunakan cara otoriter adalah orang tua yang keras, suka menghukum, tidak hangat dan tidak simpatik. Orang tua seringkali memaksa anak-anaknya untuk patuh terhadap keinginan orang tua, mencoba membentuk perilaku anak sesuai dengan aturan mereka dan mengekang keinginan anak. Anak dari orang tua yang menjalankan cara asuh otoriter mempunyai sedikit hak tetapi dituntut untuk mempunyai tanggung jawab seperti orang dewasa.
Orang tua yang menggunakan cara asuh permissive adalah oran tua yang justru cenderung memberikan kebebasan kepada anak dengan system control yang longgar bahkan orang tua menentukan aturan sesuai dengan kemauan anak. Anak diberi kebebasan untuk mengatur dirinya sendiri. Anak yang diasuh dengan model seperti ini sedikit sekali dituntut tanggung jawabnya tetapi mereka mempunyai hak yang sama dengan orang dewasa.
Menurut Steward dan Koch penerapan masing-masing model itu dalam jangka waktu yang panjang akan membawa dampak bagi mental dan sosial anak.
Berkaitan dengan hal ini Albert bandur, seorang psikolog Amerika dengan social leaarniang theorynya menjelaskan bahwa sebagian tingkah laku individu diperoleh sebagai hasil belajar melalui pengamatan atas tingkah laku yang ditampilkan individu lain yang menjadi modelnya. Selanjutnya dijelaskan oleh Bandura bahwa model dimaksud adalah model yang sering tampil dan menarik sehingga memberikan pengaruh kepada pengamatan untuk cenderung mengimitasi atau meniru apa yang dilakukan oleh model tersebut.
Menurut Bandura ada beberapa proses yang harus dilalui pengamat dalam mengimitasi modelnya tersebut, yaitu:
1. proses memperhatikan
dalam proses ini individu tertarik untuk memperhatikan atau mengamati tingkah laku model diantaranya disebabkan karena frekuensi kehadiran dan karakteristik yang menarik bagi pengamat. Bila kedua hal ini mampu mengundang perhatian pengamat maka tahap pertama dalam proses ini telah dilewati.
2. proses retensi
ialah suatu proses dimana pengamat telah menyimpan tingkah laku model yang menimbulkan ketertarikan pengamat, baik dalam bentuk kode verbal maupun imajinal.
3. proses reproduksi
dalam proses ini pengamat mencoba untuk mengungkap ulang tingkah laku model yang telah diamati.
4. proses motivasional dan perkuatan
dalam tahap ini pengamat mengungkapkan kembali tingkah laku yang telah diamati dengan suatu penguatan yang positif terhadap dirinya.
Dalam proses belajar Bandura mengemukakan beberapa hal seperti imitasi dan modeling. Imitasi merupakan perilaku meniru dari apa yang dilakukan orang tuanya. Peniruan ini terjadi atau dapat terjadi karena interaktif yang terus menerus. Kecocokan perilaku antara orang tua dengan dirinya akan semakin memperkuat peniruan. Jadi anak meniru perilaku orang tua karena anak selalu mengobservasi perilaku orang tuanya.
Dipandang dari segi teori, sebenarnya di dalam diri orang tua sebenarnya hanya ada satu model asuh saja karena pada kenyataannya orang tua dalam kasus-kasus tertentu dimungkinkan menjalankan model asuh atau cara asuh tertentu tergantung dari masalah apa yang sedang dihadapi. Dalam al menentukan pilihan misalnya, orang tua barang kali bisa lebih demokratis dengan menyerahkan pilihan tersebut kepada anak-anaknya, tetapi dalam hal memilih pasangan hidup ada orang tua yang sangat otoriter dengan memaksakan keinginannya.
Dalam masyarakat yang modern, masalah penerusan nilai dalam keluarga menjadi rumit. Bermacam-macam nilai dan norma yang ada seperti tidak terbendung lagi untuk membaur dalam masyarakat yang tradisional dan yang terbatas mengakui suatu nilai dan norma tertentu saja. Berkembangnya IPTEK dan kemajuan yang lain tak jarang memunculkan norma dan nilai yang baru yang pada gilirannya juga membawa perubahan pola pada keluarga. Masuknya nilai dan norma baru ini paling tidak juga menimbulkan kebingungan tersendiri bagi para anggotanya sehingga posisi seperti ini sering menimbulkan kesenjangan norma dan nilai antara orang tua dan anak. Kesenjangan-kesenjangan itu tentu akan menimbulkan konflik antara orang tua dan anak. Pengasuh dan pendidik yang tidak tepat dan sering menimbulkan konflik antar anak dengan orang tua oleh Kempe daan Helfer digambarkan sebagai lingkungan yang has bagi anak yang memberikan pengaruh yang khusus.
Mereka menamai lingkungan yang khas ini dengan istilah World of Abnormal Rearing (dunia pengasuh yang tidak normal), atau didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana lingkungan tidak memungkinkan anak untuk mempelajari kemampuan-kemampuan yang dasar dalam hubungan antara manusia. Beberapa hal yang dapat dijadikan indikasi adalah:
1) penggunaan hukuman yang berlebihan oleh orang tua
2) anak tidak dipedulikan
3) anak dianggap anak kecil terus
akibat World of Abnormal Rearing maka anak menjadi terkekang sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik.
Mengkaji masalah perilaku menyimpang anak remaja tentu tidak lepas dari pembicaraan mengenai siapa yang dimaksud dengan anak-anak remaja/pemuda itu serta apa yang dimaksud dengan perbuatan kenakalan atau perilaku kenakalan atau perilaku yang menyimpang. Pembicaraan ini penting kaitannya dengan konsekuensi-konsekuensi yuridis yang patut diterapkan pada mereka menurut undang-undang yang berlaku. Undang-undang No.23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak menentukan bahwa anak adalah mereka yang berumur sampai 18. undang-undang No.3 tahun 1997 tentang pengadilan anak memberikan pengertian istilah anak nakal yaitu anak yang dalam perkara anak nakal mencapai umur 8 tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun dan belum kawin.
Dari kedua pengertian di atas jelaslah bahwa hukum hanya mengenal istilah anak dan tahun., sedangkan ada istilah belum dewasa ada dalam pasal 72 KUHP atau bahkan ada istilah belum cukup umur dalam KUHP pasal 292, tidak ditemukan istilah remaja. Istilah remaja diberikan oleh pakar psikologi, yang rentan usia mereka antara 12-18 tahun. Singgih Gunarso sebagai mana dikutip oleh Paulus Hadisurapt mengelompokkan anak adalah mereka yang berusia di bawah 12 tahun, remaja dini adalah mereka yang berusia 12-15 tahun, remaja adalah mereka yang berusia 15-17 tahun, dewasa muda adalah mereka yang berusia 17-21 tahun, sedan dewasa berusia 21 tahun .
Dalam pandangan ilmu psikologi masa remaja merupakan masa transisi atau masa pancaroba dimana anak dan remaja ini mempunyai kondisi kejiwaan yang labil dan rentan akan segala perubahan, termasuk perubahan norma dan nilai perilaku.
Merujuk pasal 1 ayat 2 huruf b UU No.3 tahun 1997 tentang pengadilan anak dapat dipersepsikan bahwa perbuatan yang dinyatakan terlarang oleh undang-undang maupun peraturan hukum lain yang hidup di masyarakat adalah perbuatan kenakalan.
Menghadapi kenakalan anak remaja dengan seluruh kondisinya nampaknya dibutuhkan cara yang lebih khusus, yang lebih dapat memberikan jamin bagi terselenggaranya hak-hak anak dengan baik. Berkaitan dengan hal ini Donald R.Taft dan Ralp W. England bahwa efektifitas hukum pidana tidak dapat diukur secara akurat. Hukum hanya merupakan salah satu control social. Kebiasaan, keyakinan agama, dukungan dan pencelaan kelompok, penekanan dari kelompok-kelompok interes dan pengaruh dari pendapat umum merupakan sarana yang lebih efisien dalam mengatur tingkah laku manusia dari pada sanksi hukum
Dari penjelasan ini nampak bahwa sebetulnya sudah lam dikembangkan pemikiran ke arah diberikan sanksi yang tidak bersifat pidana dan justru ingin mengefektifkan sarana-sarana kontrol social lain yang barangkali dampaknya tidak sekeras sanksi hukum pidana. Dengan demikian orang tua yang dimasukkan sebagai salah satu kelompok interes sangatlah punya posisi yang strategis untuk ambil bagian dalam rangka ikut melakukan penanggulangan perilaku nakal.
Secara lebih spesifik Keiser memberikan batasan tentang pencegahan kejahatan sebagai suatu usaha yang meliputi segala tindakan yang mempunyai tujuan yang khusus untuk memperkecil luas lingkup dan kekerasan suatu pelanggaran, baik melalui pengurangan kesempatan-kesempatan untuk melakukan kejahatan ataupun melalui usaha-usaha pemberian pengaruh kepada orang-orang yang secara potensial dapat menjadi pelanggar serta kepada masyarakat umum .

IV. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa:
1. model asuh/cara asuh yang dijalankan orang tua memberikan pengaruh terhadap kenakalan anak/remaja
2. berdasarkan pembagian model asuh/cara asuh yang digunakan, model asuh premisiv yang dicirikan sebagai model asuh yang terlalu memberikan kelonggaran kepada anak dengan tingkat disiplin yang rendah/tingkat kontrol yang rendah cenderung memberikan sumbangan terbesar terhadap gejala kenakalan anak/remaja.
3. tindakan penanggulangan kenakalan dapat dilakukan oleh orang tua terhadap perilaku ini adalah adanya perubahan dari cara asuh orang tua yang tidak tepat ke arah model asuh yang lebih memberi kesempatan kepada anak untuk mengembangkan dirinya mencapai kematangan social dan intelektual dengan wajar tanpa tekanan-tekanan yang akan menghambat perkembangan anak, yang realitasnya adalah menciptakan suasana kehidupan yang sehat dalam keluarga sehingga orang tua berfungsi efektif.
V. Penutup
Demikianlah makalah ini saya buat. Pasti banyaklah kekurangan-kekurangan dalam makalah ini. Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini.



DAFTAR PUSTAKA

Albert Bandura. Social Learning Theory. Pretice Hall, Englewod, New Jersey
Diana Baumrind dalam A.c Steward and J.B. Koch, Children Development Through Adolescene. John Willey and Sons 1983
Kemal Darmawan, Strategi Pencegahan Kejahatan, Citra Aditya Bakti, Bandung;1994
Sarlito Wirawan, Psikologi Remaja, Raja Grafindo Persada, Jakarta;2003
Singgih Gunarso, Pemahaman Dan Penanggulangannya, Citra Aditya Bakti, Bandung;1997

No comments:

Post a Comment